Caru Tawur Kesanga, Ritual Membakar Ogoh-ogoh bagi Umat Hindu
Caru Tawur Kesanga merupakan ritual yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu sebelum melaksanakan Brata Penyepian atau ibadah Nyepi. Caru Tawur Kesanga ini merupakan ritual yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Bhuta Kala atau sifat jahat dalam diri manusia. Dalam Tawur Kesanga, para pemuda dan umat Hindu lainnya membuat Ogoh-ogoh, yang merupakan representasi Bhuta Kala dalam bentuk raksasa yang kemudian akan diarak dan dibakar di pura masing-masing.
Bhuta Kala adalah keinginan atau dorongan negatif yang muncul dari dalam diri manusia. Ada 6 dorongan negatif dalam diri manusia, yaitu Kroda (amarah), Kama (nafsu), Mada (kemabukan), Matsarya (Serakah, dendam, iri hati), Lobha (rakus dan tamak), dan Moha (kebingungan). Bhuta Kala ini lalu dibuat dalam wujud seni patung yang dinamakan Ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh ini pada akhirnya akan dibakar atau disebut juga preline setelah sebelumnya dilaksanakan ibadah terlebih dahulu.
Setelah Caru Tawur Kesanga, keesokan harinya umat Hindu akan melaksanakan Brata Penyepian, yaitu tidak melakukan hal-hal duniawi seperti berpergian, menyalakan api dan listrik, dan lainnya selama satu hari penuh dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi keesokan harinya. Brata Penyepian ini bertujuan untuk menyucikan diri kembali bagi umat Hindu untuk menjadikan diri lebih baik lagi di Tahun Saka yang baru.
Kepercayaan To Lotang
KepercayaanTo Lantang lahir dalam sebuah tatanan yang telah terbentuk secara apik dalam masyarakat Bugis, secara tersirat terdapat dalam sebuah tulisan yang sering disebut sebagai La Galigo. Epos ini mengisahkan bahwa dewa utama yang disembah oleh manusia (sebelum masuknya islam) adalah Patotoqe atau Sang Penentu Nasib yang bermukim di istana Boting Langiq atau Kerajaan Langit. Patotoqe mengutus anaknya ke bumi yang bernama Togeq Langiq atau yang disebut sebagai Batara Guru. Kemudian Batara Guru menikah dengan sepupunya bernama We Nyiliq Timo dari Kerajaan Bawah Laut. Inilah yang merupakan cikal bakal dari raja-raja di bumi. Dewa-dewa itulah yang disembah dalam kepercayaan lama masyarakat bugis.
Sekelompok minoritas Bugis, yang sebagian besar menetap di Desa Buloe, Kabupaten Wajo, dan Amparita Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) adalah penganut To Lotang yang masih konsisten mempertahankan agama leluhur.
Pada awalnya, nenek monyang To Lotang berasal dari Tanah Wajo. Ketika Islam masuk di Wajo dan diterima sebagai agama Kerajaan, semua masyarakat memeluk Islam kecuali penduduk Desa Wani yang menolak islam. Raja pun mengusir sebagian penduduk Desa Wani yang lalu menetap di Desa Buloe, Kabupaten Wajo, dan sebagian lainnya mengungsi ke Desa Amparita, Kabupaten Sidenrang Rappang (Sidrap).
Penganut To Lotang memercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa yang mereka sebut "Dewata Seuae". Menurut mereka, kehidupan manusia di dunia ini adalah kehidupan periode kedua. Periode pertama yakni periode zaman Sewerigading dan pengikutnya. Kitab suci mereka adalah La Galigo dan nabi mereka adalah Sawerigading. Kitab suci La Galigo dan nabi Sawerigading itulah kepercayaan klasik yang dijaga hingga kini oleh masyarakat To Lotang.
Penganut To Lotang memercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa yang mereka sebut "Dewata Seuae". Menurut mereka, kehidupan manusia di dunia ini adalah kehidupan periode kedua. Periode pertama yakni periode zaman Sewerigading dan pengikutnya. Kitab suci mereka adalah La Galigo dan nabi mereka adalah Sawerigading. Kitab suci La Galigo dan nabi Sawerigading itulah kepercayaan klasik yang dijaga hingga kini oleh masyarakat To Lotang.
Seperti dalam La Galigo, pemimpin agama tertinggi disebut uwaq. Kepadanyalah segala persembahan dan doa disampaikan. Kemudian Uwaq-lah yang menyampaikan permintaan-permintaan kepada sang dewata. Di bawah Uwaq terdapat uwaq-uwaq lain, yakni uwaq pendamping dari pemimpin uwaq. Uwaq-uwaq pendamping inilah yang membantu pemimpin uwaq atau ketua uwaq dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Uwaq-uwaq pendamping ini berjumlah 7 orang.
Penganut To Lotang mengakui adanya Mola Lelang (Menelusuri Jalan) yang berarti kewajiban yang harus dijalankan oleh penganutnya sebagai pengabdian kepada Sang Dewata Seuae. Kewajiban tersebut ada 3 macam yakni :
Penganut To Lotang mengakui adanya Mola Lelang (Menelusuri Jalan) yang berarti kewajiban yang harus dijalankan oleh penganutnya sebagai pengabdian kepada Sang Dewata Seuae. Kewajiban tersebut ada 3 macam yakni :
- mappaenre Inanre (membawa sesembahan nasi);
- tudang sipulung (duduk berkumpul);
- sipulung (berkumpul),
Kegiatan-kegiatan itu dipimpin oleh uwaq dan dibantu oleh uwaq-uwaq pendampingnya.
Ada dua aliran dalam agama To Lotang: To Lotang To Wani dan To Lotang To Benteng. Penganut To Lotang To Wani melaksanakan agama leluhur mereka secara murni, sedangkan penganut To Lotang To Benteng mengakui bahwa mereka beragama Islam tetapi sehari-harinya masih melaksanakan ajaran To Lotang. Ajaran Islam yang laksanakan hanya sebatas acara perkawinan dan acara kematian.
Ada dua aliran dalam agama To Lotang: To Lotang To Wani dan To Lotang To Benteng. Penganut To Lotang To Wani melaksanakan agama leluhur mereka secara murni, sedangkan penganut To Lotang To Benteng mengakui bahwa mereka beragama Islam tetapi sehari-harinya masih melaksanakan ajaran To Lotang. Ajaran Islam yang laksanakan hanya sebatas acara perkawinan dan acara kematian.
Berikut pemaparan Kepercayaan dari dua Aliran To Lotang.
To Lotang To Wani
- Mengaku tidak lagi mengikuti Sawerigading tetapi hanya mengikuti ajaran La Pannaungi.
- Taggilinna Sinapatie artinya sebagai perubahan situasi dunia yang dihuni oleh manusia baru setelah musnah.
- Ada periode Appengenna To Wani, tidak ada Sabuqna.
- Perkawinan menurut keyakinan adat sendiri.
- Penyelenggaraan mayat dengan cara sendiri.
- Pusat ritus Sipulung di Perriq Nyameng.
- Tempat kegiatan persembahan adalah kuburan.
- Tidak mengakui kalau mereka Islam.
To Lotang To Benteng
- Mengaku mengikuti ajaran Sawerigading.
- Taggilinna Sinapatie, diartikannya sebagai perjalanan Sawerigading ke langit ke 7 susun dan bumi 7 lapis.
- Tidak adanya Appengenna To Wani tetapi mengakui Sabuqna yang menggambarkan Sawerigading pulang ke tanah 7 lapis untuk memegang jabatan baru.
- Acara perkawinan berdasarkan Islam.
- penyelenggaraan mayat secara Islam.
- Pusat kegiatan di sumur kecuali kuburan Uwattaq Matanre Batunna.
- Secara formal mengaku Islam
Sebuah kepercayaan yang telah mengakar dalam masyarakat membentuk sebuah keniscayaan yang amat luhur sehingga menjadi cakupan dalam tatanan sistem yang melahirkan budaya. Agama To Lontang secara kasat mata mungkin kita bisa samakan dengan agama atau kepercayaan lainnya yang berasal dari kearifan bangsa ini. Namun karakteristik dari masing-masing kepercayaan atau agama tersebut amatlah berbeda, baik dalam segi isi maupun kandungannya, sehingga corak dari masyarakat pendukungnya pun dapat kita lihat mempunyai perbedaan yang mendasar.
Peristiwa Tri Suci Waisak
Tri Suci Waisak merupakan tiga peristiwa penting yang diperingati oleh umat Buddha di seluruh dunia, salah satu tempat yang menjadi sentral upacara seremonial Waisak yaitu pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Tri Suci Waisak merupakan tiga peristiwa suci yang dialami oleh Sidharta Gautama, yaitu kelahiran, pencerahan sempurna dan parinirvana.
- Kelahiran Sidharta, pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 623 sebelum Masehi di Taman Lumbini, Nepal.
- Pencerahan sempurna Buddha, pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 588 sebelum Masehi di bawah pohon Bodhi, Bodhgaya, India.
- Parinirvana atau wafatnya Buddha, pada hari purnama sidi bulan Waisak tahun 543 sebelum Masehi di Kushinara, India.
Ketiga peristiwa ini memiliki nilai-nilai dharma Buddha yang mengajarkan tentang pengorbanan hidup, kebenaran, kebijaksanaan dan kesempurnaan hidup yang telah dijalani oleh Buddha Gautama.
Prosesi Tri Suci Waisak diawali dengan Pindapata, prosesi dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur, ritual detik-detik Waisak, Pradaksina dan ditutup dengan pelepasan lampion. Pelepasan lampion memiliki makna untuk melepaskan penderitaan manusia.
Pemaknaan Peristiwa Tri Suci Waisak terkait dengan pikiran dan pandangan manusia. Pandangan terang dan pikiran luhur akan membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik.
Empat Pikiran Luhur:
1. Metta (Maitri) bermakna cinta kasih adalah bagian pertama dari Empat Kediaman Luhur (Brahmavihara) atau empat keadaan yang tidak terbatas (Apamanna).
2. Karuna, artinya welas asih berupa pengharapan agar semua makhluk hidup terbebas dari penderitaan.
3. Mudita, atau simpatik, adalah sikap ikut bergembira akan kebahagiaan dan kebajikan semua makhluk.
4. Upekkha atau keseimbangan batin adalah sikap menganggap semua makhluk hidup adalah setara, terlepas dari hubungan mereka dengan diri sendiri.
Nilai-nilai kemanusiaan dalam Peringatan Tri Suci Waisak merupakan teladan budi pekerti yang luhur dan bermartabat, menjadi simbol karakter budaya bangsa Indonesia.
Hubungan Manusia dengan Budaya
Manusia dan kebudayaan pada hakikatnya memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam keseharian kita pun selalu berhubungan langsung dengan budaya dan ada istiadat masing-masing. Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya.
Pengertian Kebudayaan
“Manifestasi kehidupan atau cara berfikir manusia yakni semua hasil karya, rasa, cipta yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, serta kebiasaan yang didapatnya sebagai anggota masyarakat.”
Unsur Kebudayaan
· Menurut Melvine J. Herkovits: alat teknologi, system ekonomi, keluarga dan kekuatan politik
· Menurut Bronislaw Malinowski: system norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan dan organisasi masyarakat.
· Menurut C. Kluckhon, unsur kebudayaan universal adalah
- Sistem Religi
- Sistem Organisasi Kemasyarakataan
- Sistem Pengetahuan
- Sistem Mata Pencaharian
- Sistem Teknologi Dan Peralatan
- Bahasa
- Kesenian
Wujud Kebudayaan
· Kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia
· Kompleks aktivitas
· Wujud sebagai benda
Orientasi Nilai Budaya
· Hakikat Hidup Manusia : setiap kebudayaan berbeda secara Ekstern
· Hakikat Karya Manusia : setiap kebudayaan berbeda-beda untuk hidup, kedudukan, gerak hidup untuk berkarya
· Hakikat Waktu Manusia : berbeda dalam orientasi masa lampau atau masa kini
· Hakikat Alam Manusia : manusia mengekplotasi alam, harmonis dengan alam atau menyerah kepada alam
· Hakikat Hubungan Manusia: mementingkan hubungan antar manusia baik vertical/horizontal, ada pula berpandangan individualis
Perubahan Kebudayaan
Sebab dari dalam diri masyarakat dan kebudayaannya sendiri, missalnya perubahan
1. Jumlah dan komposisi penduduk
2. Sebab perubahan lingkungan dan fisik alam tempat mereka hidup
Kaitan Manusia Dan Budaya
Manusia sebagai perilaku kebudayaan ya’ni dapat dipandang setara yang dinyatakan sebagai dialektis, proses dialektis tercipta melalui tiga tahap:
· Eksternalisasi, proses manusia mengekspresikan dirinya dalam membangun dunianya
· Obyektivitas, proses msyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia
· Internalisasi, proses masyarakat disergap kembali oleh manusia, ya’ni manusia ang mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dapat hidup dengan baik.
Sumber :
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan
https://creamyapples.wordpress.com/2013/05/08/hubungan-manusia-dengan-budayanya/
Comments
Post a Comment