KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah -Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyusun makalah dengan materi “Penduduk dan Penyakit yang
berkaitan dengan lingkungan hidup” saya lebih kerucutkan masalah dari materi
ini yaitu “Wabah penyakit malaria di Indonesia”, yang merupakan media penunjang untuk mata kuliah
Pengantar Lingkungan.
Selama penulisan
makalah ini, saya tidak lepas dari
berbagai hambatan. Alhamdulillah berkat bimbingan, pengarahan, masukan dan
bantuan dari berbagai pihak akhirnya saya
dapat menyelesaikannya.
Dalam kesempatan
ini, dengan segala kerendahan hati perkenankanlah kami menyampaikan terima
kasih yang setulusnya kepada :
1.
Tuhan Yang Maha
Esa atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada saya hingga saya dapat
membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya.
2.
Bapak Edi Minaji
Pribadi, Selaku Dosen mata kuliah Pengantar Lingkungan Universitas Gunadarma, atas
segala ilmu yang telah diberikan pada saya.
3.
Staf Perpustakaan Universitas Gunadarma, atas kerjasamanya telah membantu saya dalam mencari
referensi buku yang kami butuhkan dalam pembuatan makalah ini..
4.
Kedua orang tua saya, yang telah mendidik
dengan penuh kesabaran, ketulusan dan kasih sayang.
5.
Rekan-rekan kelas 2ib04, serta semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memotivasi dan
memberikan inspirasinya.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan
saran dan perbaikan yang bersifat membangun. Dengan segala kerendahan hati kami
berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Depok, 19 November 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
|
|
|
|
|
|
||
KATA PENGANTAR
...............................................................................
|
I
|
||
DAFTAR ISI
.............................................................................................
|
II
|
BAB
I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang
.......................................................... 1
B.
Tujuan
........................................................................ 2
1.
Umum.................................................................... 2
2.
Khusus................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN 3
A.
Pengertian
Malaria........................................................ 3
B.
Penyebab
Penyakit Malaria.......................................... 3
C.
Penularan dan Penyebaran
Malaria............................... 5
D.
Tanda-tanda
Penyakit Malaria....................................... 7
E.
Gejala Klinis
dan Inkubasi Malaria................................ 7
F.
Diagnosa Malaria............................................................ 9
G.
Bahaya Penyakit
Malaria................................................ 9
H.
Pemeriksaan
Laboratorium.............................................. 9
I.
Pengobatan dan
Pencegahan Malaria............................. 15
BAB
III PENUTUP 16
A.
Kesimpulan
................................................................... 16
Daftar
pustaka………………………………………………………………. 17
Daftar Gambar................................................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar Belakang Penyakit malaria sudah
mulai dikenal sejak 3000 tahun lalu, dimulai dari masa Hipocrates (400-377 SM),
hingga pada masa Alpohonse Laveran (1880) yang menemukan bahwa malaria
disebabkan oleh plasmodium, dan Ross (1897) menemukan bahwa perantara malaria
adalah nyamuk Anopheles. Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang
orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi
sampai orang dewasa. Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di
benua Afrika, Asia, Amerika (bagian selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan
karibia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan
morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun . Setengah
populasi di dunia berisiko malaria, diperkirakan ada 243 juta kasus dengan
kematian 843.000 kasus pada tahun 2008 (WHO, 2009). Malaria di Indonesia
merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi ancaman.
Malaria menduduki urutan kedelapan dari 10 besar penyakit penyebab utama
kematian di Indonesia, dengan angka kematian di perkotaan 0,7 % dan di pedesaan
1,7 % (PAPDI, 2003). Di Indonesia dilaporkan kasus malaria sebanyak 1,2 juta
kasus pada tahun 2008 (WHO, 2009). Sebelumnya hasil riskesda 2007 menunjukkan
bahwa prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu 2,85 %. Sebanyak 15 provinsi
mempunyai prevalensi Malaria di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Papua sebagai
salah satu provisi dengan prevalensi malaria yang cukup tinggi dalam kurun
waktu 2004 - 2010 menurut Dinas Kesehatan Provinsi Papua menunjukkan, malaria
tidak hanya menjangkiti kelompok usia dewasa saja, melainkan juga bayi.
Kelompok usia penderita malaria dimulai dari usia 0 sampai usia lanjut.Angka
kesakitan malaria per kelompok umur di 20 kabupaten di Papua pada 2010 sangat
bervariasi. Selama 2010 kelompok usia 0 - 11 bulan yang sakit malaria sebanyak:
47 kasus, kelompok usia 1- 4 tahun: 184 kasus, kelompok usia 5- 9 tahun: 145
kasus, kelompok usia 10 -14 tahun: 98 kasus, dan kelompok usia 15 tahun ke atas
526 kasus. Guna mengurangi kasus malaria, pemerintah membuat rencana
pengendalian yang meliputi kegiatan sosialisasi dan peningkatan kualitas
pengobatan obat anti malaria dengan ACT (Artemisinin Combination Therapy) di
seluruh Indonesia, peningkatan pemeriksaan laboratorium/mikroskop, dan penemuan
pengobatan dan pencegahan penularan malaria. Selain itu, dilakukan peningkatan
perlindungan penduduk berisiko dan pencegahan penularan malaria khususnya
melalui kegiatan pembagian kelambu berinsektisida (Long Lasting Insectisidal
Net) gratis ke daerah endemis malaria tinggi yang masih dibantu oleh Global
Fund.
B. Tujuan
1. Untuk
Masyarakat
Setelah
membaca makalah ini diharapkan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Penyakit Malaria agar masyarakat
dapat terhindar dari penyakit malaria
2. Untuk
Mahasiswa
-
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang malaria
-
Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan penyakit
malaria
-
Mahasiswa dapat mengetahui gejala yang ditimbukan
penyakit malaria
-
Mahasiswa dapat mengetahui cara pencegahan penyakit
malaria
-
Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
kejadian malaria di provinsi Papua
3. Untuk Penyusun Makalah
-
Penyusun makalah
dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Lingkungan yang telah diberikan oleh
Dosen yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Malaria
merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. penyakit menular ini sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis
atau kawasan tropika yang biasa namun apabila diabaikan dapat menjadi penyakit
yang serius. Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis Plasmodium
falciparum merupakan malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. Ia
adalah suatu protozoa yang dipindahkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari. Setidaknya
270 juta penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42%
penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya
tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit yang
disebarluaskan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena
perubahan lingkungan sekitar seperti adanya Pemanasan global yang terjadi
saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik yang ditularkan melalui
nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban
nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur
sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak
muncul berbagai penyakit, diantaranya demam berdarah dan malaria.
B. Penyebab
Penyakit Malaria
Penyakit
malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit
penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut
Plasmodium. Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan
perantara nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah manusian dan
berkembang biak dengan membelah diri. Ada empat macam plasmodium yang
menyebabkan malaria:
-
Falciparum, penyebab
penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan kematian.
-
Vivax, penyebab malaria
tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh.
-
Malaria, penyebab
malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak ditemukan.
-
Ovale, penyebab
penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.
Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu
Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu
·
Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
1.
Siklus aseksual dalam
tubuh manusia
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :
Gambar 1 : siklus hidup parasit malaria
Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)
Fase dalam sel darah merah
Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia.
Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer)
Fase dalam sel darah merah
Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia.
Gambar 2 : eritrosit yang terinfeksi parasit malaria
2. Fase
seksual dalam tubuh nyamuk
Fase seksual ini biasa juga disebut
fase sporogoni karena menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah
siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa berlangsungnya
fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban udara. Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada
fase ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa
inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat berlangsung. Dengan
demikian rantai penularan akan terputus
3.
Nyamuk Anopheles
Gambar 3 : Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk Anopheles, 22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau di mata air (Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari permukaan laut. Tempat perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles betina vektor menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang (flight range) antara 0,5 – 3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup kencang, dapat terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal laut atau angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 – 5 minggu tergantung spesies, makanan yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.
4.
Manusia yang rentan
terhadap infeksi malaria
Secara alami penduduk di suatu daerah
endemis malaria ada yang mudah dan ada yang tidak mudah terinfeksi malaria,
meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke daerah
endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman
baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena
pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan
terinfeksi.
5.
Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh
terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau,
genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan
pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk
vektor malaria.
6.
Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu
daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya penularan
malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan pada
musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan air yang
terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk
vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi
nyamuk vektor malaria juga bertambah sehingga kemungkinan terjadinya transmisi
meningkat.
C. Penularan
dan Penyebaran
Penularan
penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar
melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat
terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan
kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut. Jenis-jenis vektor (perantara)
malaria yaitu:
-
Anopheles Sundaicus,
nyamuk perantara malaria di daerah pantai.
-
Anopheles Aconitus,
nyamuk perantara malaria daerah persawahan.
-
Anopheles Maculatus,
nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan dan pegunungan.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat kecil.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat kecil.
Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :
1.
Penularan secara
alamiah (natural infection)
Malaria ditularkan oleh nyamuk
Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis
itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vector penyebar malaria di
Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit
pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak
menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar. Setelah nyamuk Anopheles
betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),
gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian
menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana
ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan.
Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk
ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2.
Penularan tidak alamiah
(not natural infection)
a.
Malaria bawaan
Terjadi
pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi
melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)
b.
Secara mekanik
Penularan
terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.
c. Secara
oral
Cara
penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara
(P.relection) dan monyet (P.knowlesi).
D. Tanda-Tanda
Penyakit Malaria
Tanda-tanda
yang terjadi pada penyakit malaria dimulai dengan dingin dan sering sakit
kepala. Penderita menggigil atau gemetar selama 15 menit sampai satu jam.
Dingin diikuti demam dengan suhu 40 derajat atau lebih. Penderita lemah,
kulitnya kemerahan dan menggigau. Demam berakhir serelah beberapa jam.
Penderita mulai berkeringat dan suhunya menurun. Setelah serangan itu berakhir,
penderita merasa lemah tetapi keadaannya tidak mengkhawatirkan
E. Gejala
Klinis dan Masa Inkubasi Malaria
Keluhan
dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria.
Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan
jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai
timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara
terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode
prepaten.9
1.
Gejala klinis
Gejala
klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:
a.
Periode dingin.
Mulai dari menggigil, kulit dingin dan
kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut dan pada saat menggigil
sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperatur.
b.
Periode panas.
Penderita berwajah merah, kulit panas
dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau
lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok.
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti
dengan keadaan berkeringat.
c.
Periode berkeringat.
Mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti
biasa. Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang
dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit
malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang
berulang-ulang. Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang
berat/ setelah beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan
pengobatan secara baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil. Keluhan
pertama malaria adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk penderita tersangka
malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut: gangguan
kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau
tubuh kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat,
muntah terus-menerus, tidak dapat makan minum, warna air seni seperti the tua
sampai kehitaman serta jumlah air seni kurang sampai tidak ada.
2.
Masa inkubasi
Masa
inkubasi dapat terjadi pada :
a.
Masa inkubasi pada
manusia (intrinsik)
Masa inkubasi bervariasi pada
masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari
infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum adalah 9
sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale
adalah 16 sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari.
Infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah
parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan.
b.
Masa inkubasi pada
nyamuk (ekstrinsik)
Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk
maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim tripsin kemudian oleh enzim
aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen
karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah
akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan
dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa
inkubasi atau lamanya stadium sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax
8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari, Plasmodium ovale 12-14 hari dan
Plasmodium malariae 14-16 hari.
F. Diagnosa
Malaria
Sebagaimana
penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium)
di dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan
menyerupai penyakit infeksi lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga
menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria dengan mengandalkan pengamatan
manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium sebagai
penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar pemeriksaan laboratorium
malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji
imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody spesifik
terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard)
pemeriksaan laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan
parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai
pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat
dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid,
demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.
G. Bahaya
Penakit Malaria
1.
Rasa sakit yang
ditimbulkan sangat menyiksa si penderita
2.
Tubuh yang sangat
lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti biasa
3.
Dapat menimbulkan
kematian pada anak-anak dan bayi
4.
Perkembangan otak bisa
terganggu pada anak-anak dan bayi, sehingga menyebabkan kebodohan
H. Pemeriksaan
Laboratorium
1.
Pemeriksaan dengan
mikroskop cahaya
Pewarnaan mikroskopik dengan pewarnaan
giemsa sampai saat ini masih merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Walaupun
demikian hasil pembacaannya hannya dapat dipercaya jika dilakukan oleh seorang
yang berpengalaman. Selain untuk menegakan diagnosis, pemeriksaan mikroskopik
dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat
diterapkan dengan uji cepat malaria maupun teknik PCR. Kekurangannya adalah
subjektivitas pemeriksa, terutama dalam hal mendiagnosis infeksi campuran atau
infeksi dalam jumlah parasit yang rendah. Selain itu pada infeksi P.falciparum
yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit
tersebut sulit ditemukan dalam darah tepi hingga memerlukan pemeriksaan serial
darah ( 3 kali dalam 48 jam ) untuk memastikan ada tidaknya parasit.
Konsentrasi parasit malaria dalam darah
cukup merata sehingga pengambilan darah rutin dapat dilakukan pada ujung jari
atau tumit kaki (pada bayi). Morfologi parasit yang optimal dapat dilihat
dengan membuat sediaan darah yang diwarnai giemsa yang diambil dari ujung jari
segera. Akhir – akhir ini darah vena dengan antikoagulan lebih sering digunakan
sebagai bahan pemeriksaan. Hal yang harus diperhatikan adalah jumlah darah yang
diambil harus sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika digunakan tabung
komersial yang berisis antikoagulan maka tabung tersebut harus diisi penuh
dengan darah penderita (sesuai dengan batasnya ). Hal tersebut untuk
menghindari ketidaktepatan rasio darah dan antikoagulan yang dapat mempengaruhi
morfologi parasit malaria.
Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (< 1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam pengambilan darah jumlah parasit mulai berkurang.
Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (< 1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam pengambilan darah jumlah parasit mulai berkurang.
Morfologi malaria terlihat optimal pada
sediaan darah tipis yang diwarnaai giemsa, tetapi sensitifitasnya rendah.
Dengan menggunakan sediaan darah tebalsensitivitas sediaan darah mikroskopik
akan meningkat sampai 10 kali disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang
perlu diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan
giemsa 3 %. Pewarnaan cepat dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan,
karena jika jumlah parasit rendah dalam darah, sering kali parasit yang ada
tidak terwarnai.
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit yang terinfeksi parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
Cara kerja :
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit yang terinfeksi parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
Cara kerja :
a.
Gambaran mikroskopik :
Gambar 4 : gambar mikroskopik parasit malaria
Interpretasi
hasil :
• + : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• ++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• +++ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
• ++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal maupun sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizont) dan aseksual (gametosit) biasanya dihitung secara terpisah.
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro liter darah; jika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah berjumlah 8000/Ul, dengan rumus berikut.
• + : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• ++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
• +++ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
• ++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal maupun sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizont) dan aseksual (gametosit) biasanya dihitung secara terpisah.
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro liter darah; jika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah berjumlah 8000/Ul, dengan rumus berikut.
Jumlah parasit stadium
aseksual x jumlah leukosit /Ul
200
200
Sedangkan perhitungan parasit
dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah eritrosit per Ul darah. Jika
nilai ini tidak diketahui, diasumsikan penderita mengandung eritrosit
5.000.000/Ul (laki-laki) atau 4.500.000 / Ul (wanita). Jumlah parasit kemudian
dihitung paling sedikit dalam 25 lapangan pandang mikroskopik atau total
parasit/Ul dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium
aseksual x jumlah
eritrosir/Ul
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang
Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang terinfeksi dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang x 100%
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik flouresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat dalam inti akan berikatan dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika disinari dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula-mula digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan berfloursensi dengan warna kehijauan atau kekuningan.
Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau dengan menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi oleh zat wrana acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosir, trombosit dan eritrosit akan terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi dibawah berbagai lapisan sel, terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang – kadang ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop flouresensi.
Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang gelombang 470-490 nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang diwarnai acridine orange, parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini digunakan sinar matahari yang kuat atau lampu halogen sebagai sumber cahaya.
Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini akan berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya menjadi tidak spesifik. Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si pembaca harus dapat membedakan dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti sel lain.
Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai asam nukleat parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspense darah yang sudah dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti acridine orange.
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi merupakan suatu cara yang harus dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga aplikasi ini dapat diaplikasikan dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini adalah tidak dapat membedakan berbagai macam spesies plasmodium karena tanda spesifik yang terdapat dalam sitoplasma darah merah tidak akan terwarnai. Morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan tanda spesifik yang timbul pada infeksi berbagai plasmodium tetap diperlukan untuk menegakan diagnosis.
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang
Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang terinfeksi dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang x 100%
Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik
Pemeriksaan dengan mikroskopik flouresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat dalam inti akan berikatan dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika disinari dengan sinar UV yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula-mula digunakan acridine orange (AO) dan benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan berfloursensi dengan warna kehijauan atau kekuningan.
Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau dengan menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi oleh zat wrana acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai sel, yaitu leukosir, trombosit dan eritrosit akan terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi dibawah berbagai lapisan sel, terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang – kadang ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop flouresensi.
Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang gelombang 470-490 nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang diwarnai acridine orange, parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini digunakan sinar matahari yang kuat atau lampu halogen sebagai sumber cahaya.
Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini akan berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya menjadi tidak spesifik. Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si pembaca harus dapat membedakan dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti sel lain.
Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai asam nukleat parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspense darah yang sudah dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti acridine orange.
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi merupakan suatu cara yang harus dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga aplikasi ini dapat diaplikasikan dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini adalah tidak dapat membedakan berbagai macam spesies plasmodium karena tanda spesifik yang terdapat dalam sitoplasma darah merah tidak akan terwarnai. Morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan tanda spesifik yang timbul pada infeksi berbagai plasmodium tetap diperlukan untuk menegakan diagnosis.
2. Pemeriksaan
dengan rapid test.
Secara umum terdapat 3 macam antigen
yang digunakan dalam malaria rapid test, yaitu histidine rich protein-2 ( HRP-2
), lactate dehydrogenase (LDH), dan aldolase. HRP-2 merupakan protein yang
larut air dan disekresikan oleh berbagai stadium aseksual dan gametosit muda
P.falciparum. protein ini tidak ditemukan pada spesies plasmodium lain hingga
sangat spesifik untuk menegakan diagnosis P.falciparum. sedangkan enzim (pLDH
dan aldolase) merupakan antigen yang ditemukan dalam glikolitik pathway parasit
malaria, namun sudah terdapat kit dengan LDH yang spesifik untuk P.vivax
yaitu pvLDH.
Prinsip :imunokromatografi cairannya
akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa
diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga
pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi
dalam bentuk garis.
Cara kerja:
Cara kerja:
Gambar 5 : Rapid test kit
Cara kerja :
1. Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2. 10 sampai 15 μl darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam lubang sampel.
3. Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)
1. Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2. 10 sampai 15 μl darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam lubang sampel.
3. Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)
Interpretasi hasil
ü Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol).
ü Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax.
ü Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium falciparum.
ü Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang terbentuk garis merah muda.
ü Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat.
ü Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua saja yang terlihat .
ü Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol).
ü Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax.
ü Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium falciparum.
ü Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang terbentuk garis merah muda.
ü Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat.
ü Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua saja yang terlihat .
3. Metode
Dip-Stick
Teknik dip-stick mendeteksi secara
imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik parasit (immuno
enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II). Tes
spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain
di Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10
menit dan dapat dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan
oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikti latihan. Alatnya
sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik. Kelemahan tes dip-stick
ini adalah :
ü Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam tahap pengembangan)
ü Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
ü Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan reaksi positif.
ü Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat dideteksi.
ü Biaya tes ini cukup mahal.
Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.
Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.
Prosedur :
ü Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam tahap pengembangan)
ü Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
ü Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan reaksi positif.
ü Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat dideteksi.
ü Biaya tes ini cukup mahal.
Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.
Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk garis.
Prosedur :
a. Serum
diletakan di tabung ependorff kurang lebih 200 Ul.
b. Dip-stick
dimasukan ke tabung ependorff.
c. Reaksi
ditunggu hingga kira-kira 10 menit.
d. Hasil
bias dibaca.
Gambar 6 : dip-stick kit
4.
Pemeriksaan polymerase
chain reaction (PCR)
Diagnosis parasit berdasarkan asam
nukleat menggunakan molekul DNA reporter untuk mendeteksi rangkaian DNA atau
RNA spesifik yang dimiliki parasit tertentu. tes ini sangat
spesifik dan sensitif, dapat mendeteksi hingga minimal 2 parasit, bahkan 1
parasit / µL darah.
Prinsip : menggunakan siklus termal yaitu menaikan dan menurunkan suhu secara teratur hingga didapat sekuens DNA / RNA yang diinginkan dengan menggunakan 2 primer oligonukleotida yang berbeda. Kelemahan tes ini adalah :
Prinsip : menggunakan siklus termal yaitu menaikan dan menurunkan suhu secara teratur hingga didapat sekuens DNA / RNA yang diinginkan dengan menggunakan 2 primer oligonukleotida yang berbeda. Kelemahan tes ini adalah :
a.
Penyediaan DNA dan RNA
sangat rumit
b.
Alat yang diperlukan
untuk hibridisasi rumit
c.
Alat untuk amplifikasi
PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan mahal
d.
Metode ini membutuhkan waktu
lebih lama (>24 jam)
e.
Tidak dapat membedakan
stadium aseksual dan seksual
f.
Tidak dapat dilakukan
pemeriksaan secara kuantitatif
Sementara
keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi
infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk
studi epidemiolgi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan
penanganan malaria tanpa komplikasi.
I.
Pengobatan dan Pencegahan Malaria
1. Pengobatan
Malaria
Memutus
rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai
tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki
tanda-tanda malaria diberi pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk
menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita
yang dinyatakan positif menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan
diberi pengobatan secara sempurna. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah
endemis malaria seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.
Obat – obat antimalaria,diantaranya :
Obat – obat antimalaria,diantaranya :
a. Klorokuin
Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5 hari, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan.
Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.
Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5 hari, namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan.
Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.
b. Kina
dan Kuinidin
Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori stereoisomer dari kina.
Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.
Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori stereoisomer dari kina.
Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.
c. Proguanil
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19) menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.
Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19) menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.
d. Tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat, skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.
Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat, skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.
e.
Klindamisin
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain seperti kina atau klorokuin.
Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain seperti kina atau klorokuin.
2.
Tindakan-tindakan Pencegahan:
a. Usahakan
tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk bakar, menyemprot
ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di rumah.
b. Usaha
pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
c. Menjaga
kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
d. Memperbanyak
jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan menempatkan mereka
di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur.
e. Memelihara
ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan memberi
sedikit minyak pada air yang tergenang.
f. Menanam
padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
g. Menyemprot
rumah dengan DDT.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Malaria
merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan
splenomegali. Terdapat beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit
malaria, yaitu plasmodium falciparum, vivax, malaria dan ovale. Parasit ini
menggunakan nyamuk sebagai hospes definitifnya, yaitu nyamuk Anopheles. Gejala
klinis penyakit ini terdiri dari 3 tahap, yaitu periode dingin, periode panas
dan periode berkeringat.
Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles dan secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat dari manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen HRP-2, pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat menyebabkan rasa sakit, gangguan otak hingga menyebabkan kematian.
Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles dan secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat dari manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen HRP-2, pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel darah merah yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat menyebabkan rasa sakit, gangguan otak hingga menyebabkan kematian.
Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan lima metode, yaitu yang pertama menggunakan mikroskopik
cahaya dengan melihat morfologi eritrosit yang terinfeksi, yang kedua
menggunakan mikroskop flouresensi dengan melihat asam nukleat yang terdapat
diparasit, yang ketiga dengan menggunakan metode rapid test yaitu identifikasi
antigen yang terdapat pada serum sampel, yang keempat menggunakan dip-stick
yaitu identifikasi antigen parasit malaria yang terdapat dalam serum sampel,
yang kelima dengan menggunakan PCR yaitu dengan menggandakan sekuens DNA/RNA
yang spesifik dengan menggunakan primer oligonukleotida yang spesifik pula lalu
dibaca menggunakan elektroforesis.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI,
Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal PPM-PL,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2001.
Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, Pusdatin, Depkes RI, Jakarta 2003.
Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.Jakarta : EGC
Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, Pusdatin, Depkes RI, Jakarta 2003.
Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.Jakarta : EGC
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR VIDEO
Comments
Post a Comment